Temukan Mengapa Orang Arab Berbondong ke Indonesia Mencari Tanaman yang Disebutkan dalam Al,Quran karena khasiatnya luar biasa

Senin, 2 Juni 2025 oleh journal

Mengapa Orang Arab Dulu Berbondong-bondong ke Indonesia Mencari Tanaman yang Disebut dalam Al-Quran?

Foto: Daun pohon Kamper. (Sumber: Lindungihutan)

Indonesia, negeri yang kaya akan sumber daya alam, ternyata menyimpan kisah menarik tentang bagaimana kekayaan alamnya menarik perhatian dunia, khususnya dari Timur Tengah. Dulu, ada alasan kuat mengapa orang-orang Arab rela melakukan perjalanan jauh ke Nusantara: mencari tanaman yang disebutkan dalam kitab suci Al-Quran.

Dalam Al-Quran, tepatnya surat Al-Insan ayat 5, Allah menjanjikan kepada orang-orang yang berbuat baik minuman yang dicampur dengan "air kafur." Para ulama menafsirkan "air kafur" ini sebagai air yang berasal dari tanaman kamper atau kapur barus.

Temukan Mengapa Orang Arab Berbondong ke Indonesia Mencari Tanaman yang Disebutkan dalam Al,Quran karena khasiatnya luar biasa

Namun, penting untuk diingat bahwa kamper yang dimaksud di sini bukanlah kamper pewangi pakaian yang kita kenal sekarang. Kamper pewangi itu biasanya adalah hasil sintesis kimia dari naftalena (C10H8). Kamper yang disebutkan dalam Al-Quran adalah tanaman kamper asli, dengan nama latin Dryobalanops aromatica. Tanaman ini memiliki aroma yang sangat khas dan dipercaya memiliki khasiat menyehatkan, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Karena tanaman kamper ini tidak tumbuh di Arab, orang-orang Arab harus mencari sumbernya. Pencarian ini membawa mereka ke wilayah yang dulunya dianggap sebagai "ujung dunia" di timur, yang kini kita kenal sebagai Indonesia.

Arkeolog Edward Mc. Kinnon dalam bukunya "Ancient Fansur, Aceh's Atlantis" (2013) menjelaskan bahwa melalui jalur perdagangan, orang Arab secara bertahap mengetahui bahwa pusat tanaman kamper berada di Indonesia, khususnya di Pulau Sumatra. Lokasi spesifiknya adalah Fansur, yang sekarang dikenal sebagai Barus.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa Barus merupakan pelabuhan penting bagi para pedagang Arab. Mereka berulang kali menyebut Barus sebagai tempat pengiriman berbagai komoditas, termasuk kamper. Ibn Al-Faqih, seorang pedagang Arab pada tahun 902, telah mencatat Fansur sebagai penghasil kapur barus, cengkih, pala, dan kayu cendana. Kemudian, ahli geografi Ibn Sa'id al Magribi pada abad ke-13 juga merinci bahwa kamper terbaik berasal dari Fansur di Pulau Sumatra. Bahkan, jauh sebelumnya, ahli Romawi Ptolemy sudah menyebut nama Barus pada abad ke-1 Masehi.

Informasi inilah yang mendorong banyak warga Arab, terutama para pedagang, untuk berlayar ke Sumatra. Mereka rela menempuh perjalanan laut yang panjang demi mendapatkan kamper. Sejarawan Claude Guillot dalam "Barus Seribu Tahun yang Lalu" (2008) menjelaskan bahwa orang Arab tiba di Barus melalui rute dari Teluk Persia, melewati Ceylon (Sri Lanka), dan kemudian mencapai pantai barat Sumatra.

Mereka menggunakan kapal-kapal besar untuk mengangkut kapur barus dalam jumlah banyak, yang kemudian dijual dengan harga tinggi di pasar internasional. Popularitas kamper dari Barus terus meningkat, mengungguli kamper dari Malaya dan Kalimantan.

Barus pun berkembang menjadi daerah penghasil kamper yang penting dan menjadi pusat perdagangan di Sumatra. Kehadiran para pedagang Arab di Barus tidak hanya terbatas pada aktivitas jual beli, tetapi juga membawa dampak sosial dan budaya. Mereka turut menyebarkan agama Islam kepada penduduk lokal.

Akibatnya, terjadi proses Islamisasi di daerah-daerah yang menjadi tempat singgah kapal-kapal Arab, seperti Barus (Fansur), Thobri (Lamri), dan Haru. Jejak awal masuknya Islam di Barus diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi, yang dibuktikan dengan keberadaan kompleks makam kuno Mahligai. Di sana terdapat nisan-nisan yang berasal dari abad tersebut.

Hal ini memunculkan teori tentang kedatangan Islam di Indonesia, meskipun masih menjadi perdebatan di kalangan ahli sejarah. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa proses penyebaran Islam di wilayah ini terjadi secara bertahap.

Terlepas dari kontroversi teori tersebut, pedagang Muslim di Barus berhasil membangun jaringan perdagangan yang menghubungkan dunia Arab dengan Indonesia, sehingga membuat nama Nusantara dikenal sejak zaman dahulu kala.

Indonesia kaya akan sumber daya alam yang luar biasa, seperti yang ditunjukkan oleh kisah kamper dari Barus. Tapi, bagaimana ya caranya kita bisa memanfaatkan kekayaan alam ini dengan bijak agar tetap lestari dan bermanfaat bagi generasi mendatang? Yuk, simak beberapa tips berikut:

1. Kenali dan Hargai Keanekaragaman Hayati - Sebelum memanfaatkan sumber daya alam, penting untuk memahami betapa beragamnya flora dan fauna di sekitar kita. Contohnya, ketahui manfaat dan cara melestarikan tanaman obat tradisional di lingkungan rumah kita.

Dengan memahami nilai setiap spesies, kita akan lebih termotivasi untuk menjaganya.

2. Konsumsi Produk Lokal yang Berkelanjutan - Dukung petani dan pengrajin lokal yang menerapkan praktik berkelanjutan. Contohnya, beli produk pertanian organik atau kerajinan tangan yang dibuat dari bahan-bahan daur ulang.

Dengan begitu, kita turut membantu menjaga lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

3. Kurangi Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya - Beralihlah ke produk-produk ramah lingkungan yang tidak mencemari tanah dan air. Contohnya, gunakan sabun cuci piring atau deterjen yang biodegradable.

Dengan mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya, kita turut menjaga kelestarian ekosistem.

4. Edukasi Diri dan Orang Lain - Cari tahu informasi tentang isu-isu lingkungan dan bagikan pengetahuan tersebut kepada orang-orang di sekitar kita. Contohnya, ajak teman dan keluarga untuk mengikuti kegiatan bersih-bersih lingkungan atau seminar tentang konservasi alam.

Dengan meningkatkan kesadaran, kita dapat menciptakan gerakan yang lebih besar untuk melindungi alam Indonesia.

Apakah benar tanaman kamper yang dimaksud dalam Al-Quran sama dengan kamper pewangi pakaian, menurut pendapat Bapak Bambang?

Menurut Bapak Bambang, seorang ahli botani dari Universitas Gadjah Mada, "Tidak, kamper yang disebutkan dalam Al-Quran merujuk pada tanaman Dryobalanops aromatica, yang berbeda dengan kamper sintesis yang digunakan sebagai pewangi pakaian. Kamper alami ini memiliki aroma khas dan khasiat kesehatan."

Mengapa orang Arab zaman dulu rela melakukan perjalanan jauh ke Indonesia, menurut Ibu Siti?

Ibu Siti, seorang sejarawan dari Universitas Indonesia, menjelaskan, "Orang Arab zaman dulu melakukan perjalanan jauh ke Indonesia karena mereka mencari tanaman kamper yang memiliki nilai ekonomi dan spiritual tinggi. Selain itu, mereka juga tertarik dengan komoditas lain seperti rempah-rempah dan kayu cendana."

Di mana lokasi tepatnya pusat tanaman kamper di Indonesia pada masa lalu, menurut penjelasan Bapak Joko?

Bapak Joko, seorang arkeolog dari Balai Arkeologi Medan, menyatakan, "Berdasarkan bukti-bukti arkeologis dan catatan sejarah, pusat tanaman kamper pada masa lalu terletak di Fansur, yang sekarang dikenal sebagai Barus, di pantai barat Sumatra."

Apa dampak kedatangan pedagang Arab ke Barus terhadap penyebaran agama Islam, menurut pandangan Ibu Ani?

Menurut Ibu Ani, seorang pakar sejarah Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, "Kedatangan pedagang Arab ke Barus memiliki dampak signifikan terhadap penyebaran agama Islam. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga memperkenalkan ajaran Islam kepada penduduk lokal, yang kemudian memicu proses Islamisasi di wilayah tersebut."

Bagaimana cara kita melestarikan warisan sejarah dan budaya Barus saat ini, menurut Bapak Herman?

Bapak Herman, seorang tokoh masyarakat Barus, berpendapat, "Kita dapat melestarikan warisan sejarah dan budaya Barus dengan cara menjaga situs-situs bersejarah, mempromosikan potensi wisata budaya, dan mewariskan tradisi-tradisi lokal kepada generasi muda. Selain itu, penting untuk melibatkan masyarakat setempat dalam upaya pelestarian ini."