Jarang Diketahui! 8 Manfaat Rokok bagi Kesehatan, Redakan Stres Efektif – E-Journal
Selasa, 29 Juli 2025 oleh journal
Manfaat dalam konteks kesehatan merujuk pada segala efek positif atau keuntungan yang didapatkan oleh tubuh atau pikiran, yang berkontribusi pada peningkatan kondisi fisik atau mental seseorang.
Istilah manfaat rokok bagi kesehatan sendiri merupakan sebuah frasa nomina yang mengacu pada potensi dampak positif yang mungkin timbul dari konsumsi tembakau melalui rokok terhadap kondisi tubuh.
Penting untuk dicatat bahwa diskursus ilmiah modern secara luas menyoroti bahaya rokok yang jauh melampaui klaim manfaat apa pun yang mungkin pernah diamati secara sporadis.
Oleh karena itu, artikel ini akan membahas beberapa observasi historis atau studi terbatas yang pernah mengindikasikan korelasi tertentu, sembari selalu menekankan bahwa bukti ilmiah komprehensif menunjukkan rokok secara keseluruhan merugikan kesehatan dan tidak direkomendasikan untuk tujuan kesehatan apa pun.
manfaat rokok bagi kesehatan
- Penurunan Risiko Penyakit Parkinson
Beberapa studi epidemiologi telah mengamati insiden Penyakit Parkinson yang lebih rendah pada perokok dibandingkan bukan perokok. Misalnya, tinjauan oleh Hernn et al.
yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Neurology mencatat korelasi terbalik ini, meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya dipahami dan kemungkinan melibatkan efek nikotin pada reseptor dopaminergik.
Namun, korelasi ini tidak menganulir risiko kesehatan serius lainnya yang terkait dengan merokok, dan tidak ada lembaga kesehatan yang merekomendasikan merokok sebagai strategi pencegahan Parkinson karena bahaya yang jauh lebih besar.
- Potensi Efek Neuroprotektif Nikotin
Selain Parkinson, nikotinsenyawa utama dalam rokoktelah menjadi subjek penelitian untuk efeknya pada beberapa kondisi neurologis lainnya. Studi yang dipublikasikan dalam Neuropharmacology oleh Picciotto et al.
telah mengeksplorasi peran reseptor nikotinik asetilkolin dalam fungsi kognitif dan potensinya dalam penyakit seperti Alzheimer atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Meskipun ada penelitian tentang potensi terapeutik nikotin murni dalam dosis terkontrol sebagai agen farmakologis, ini sangat berbeda dengan merokok tembakau, yang membawa ribuan bahan kimia berbahaya lainnya yang merusak tubuh.
- Penurunan Risiko Kolitis Ulseratif
Beberapa penelitian observasional menunjukkan bahwa perokok memiliki risiko lebih rendah untuk mengembangkan kolitis ulseratif, salah satu bentuk penyakit radang usus, dibandingkan dengan bukan perokok. Misalnya, studi oleh Lakatos et al.
dalam Clinical Gastroenterology and Hepatology mencatat fenomena ini, dengan hipotesis yang melibatkan efek nikotin pada sistem kekebalan usus.
Meskipun demikian, efek protektif ini sangat spesifik dan tidak berlaku untuk penyakit Crohn, serta tidak membenarkan penggunaan rokok mengingat dampak negatifnya yang luas pada sistem pencernaan, kardiovaskular, dan kesehatan secara keseluruhan.
- Manajemen Berat Badan dan Penekan Nafsu Makan
Nikotin diketahui memiliki efek penekan nafsu makan dan meningkatkan laju metabolisme, yang dapat berkontribusi pada berat badan yang sedikit lebih rendah pada perokok.
Penelitian seperti yang diulas dalam Pharmacology Biochemistry and Behavior oleh Perkins et al. telah mendokumentasikan efek ini, menjelaskan bagaimana nikotin memengaruhi pusat nafsu makan di otak.
Namun, mengandalkan rokok untuk manajemen berat badan adalah strategi yang sangat tidak sehat dan berbahaya, karena risiko penyakit jantung, stroke, berbagai jenis kanker, dan masalah pernapasan jauh lebih besar daripada potensi manfaat kontrol berat badan.
- Peningkatan Fungsi Kognitif Jangka Pendek
Nikotin bertindak sebagai stimulan pada sistem saraf pusat, yang dapat menyebabkan peningkatan sementara pada kewaspadaan, konsentrasi, dan waktu reaksi pada beberapa individu. Studi yang dilaporkan dalam Psychopharmacology oleh Newhouse et al.
menunjukkan efek ini pada beberapa tugas kognitif, mengindikasikan aktivasi jalur dopaminergik dan kolinergik.
Meskipun demikian, efek ini sering kali merupakan respons terhadap pelepasan dopamin yang terkait dengan kecanduan dan penanggulangan gejala putus nikotin, bukan peningkatan kognitif yang berkelanjutan atau bermanfaat secara keseluruhan yang tidak disertai risiko adiksi dan kesehatan serius.
- Pengurangan Gejala Skizofrenia
Pasien dengan skizofrenia seringkali memiliki tingkat merokok yang sangat tinggi, dan beberapa hipotesis menunjukkan bahwa nikotin mungkin membantu mengurangi beberapa gejala kognitif atau sensorik yang terkait dengan kondisi tersebut.
Penelitian dalam Biological Psychiatry oleh Freedman et al. telah menyelidiki fenomena ini, menunjukkan bahwa nikotin mungkin memodulasi sirkuit otak tertentu yang terganggu pada skizofrenia.
Namun, ini adalah bentuk swa-medikasi yang sangat berbahaya dan tidak efektif secara jangka panjang, serta terapi medis yang tepat jauh lebih aman dan efektif untuk manajemen skizofrenia.
- Potensi Relaksasi dan Pengurangan Stres
Banyak perokok melaporkan bahwa merokok membantu mereka merasa lebih rileks dan mengurangi stres. Sensasi ini seringkali terkait dengan pelepasan dopamin yang diinduksi nikotin di otak, yang meredakan gejala putus nikotin yang timbul saat tidak merokok.
Sebuah tinjauan dalam Addiction oleh Parrott menunjukkan bahwa efek "relaksasi" ini lebih merupakan pemulihan dari stres yang disebabkan oleh kecanduan nikotin itu sendiri, bukan kemampuan rokok untuk benar-benar mengurangi stres secara independen atau memberikan manfaat kesehatan mental jangka panjang.
- Pencegahan Gingivitis (Paradoksal)
Meskipun merokok sangat merusak kesehatan mulut secara keseluruhan, termasuk menyebabkan periodontitis parah, beberapa penelitian awal secara paradoks menemukan bahwa perokok mungkin memiliki insiden gingivitis (radang gusi ringan) yang lebih rendah dibandingkan bukan perokok.
Ini mungkin karena efek vasokonstriksi nikotin yang mengurangi aliran darah ke gusi, sehingga menutupi tanda-tanda peradangan seperti kemerahan atau pendarahan.
Namun, ini adalah efek yang menyesatkan karena merokok secara signifikan meningkatkan risiko penyakit periodontal yang lebih serius, kanker mulut, dan kehilangan gigi, seperti yang didokumentasikan oleh Journal of Clinical Periodontology.