Penting! Ketahui 8 Manfaat Makan Beras Mentah, Usus Sehat Optimal – E-Journal

Jumat, 25 Juli 2025 oleh journal

Konsumsi biji-bijian sereal dalam bentuk yang belum mengalami proses pemasakan termal, seperti beras, merupakan praktik yang jarang dan seringkali menimbulkan pertanyaan terkait keamanannya.

Beras mentah adalah biji padi yang telah dipanen, dikupas kulit luarnya (sekam), namun belum melalui proses pemanasan atau pengolahan lebih lanjut yang biasanya bertujuan untuk membuatnya aman dan mudah dicerna.

Praktik mengonsumsi bahan pangan dalam kondisi mentah umumnya diyakini dapat mempertahankan nutrisi dan enzim alami yang mungkin rusak akibat panas.

Namun demikian, penerapan prinsip ini pada beras memerlukan pertimbangan khusus karena struktur fisiknya yang keras dan komposisi kimianya yang kompleks, termasuk keberadaan antinutrien dan potensi kontaminasi mikroba.

Diskusi mengenai manfaat konsumsi beras mentah, oleh karena itu, perlu ditinjau secara ilmiah dengan cermat, membedakan antara klaim yang tidak terbukti dan potensi yang mungkin ada, meskipun disertai risiko signifikan.

Penting! Ketahui 8 Manfaat Makan Beras Mentah, Usus...

Manfaat Makan Beras Mentah

  1. Potensi Kandungan Enzim Alami yang Terjaga

    Salah satu klaim utama dari konsumsi makanan mentah adalah terpeliharanya enzim alami yang sensitif terhadap panas.

    Enzim-enzim ini, yang secara inheren terdapat dalam beras mentah, dipercaya dapat membantu proses pencernaan makanan dalam tubuh manusia, mengurangi beban kerja sistem pencernaan.

    Argumen ini sering didasarkan pada gagasan bahwa enzim tanaman dapat melengkapi enzim pencernaan manusia, sehingga meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi.

    Beberapa penganut diet makanan mentah berpendapat bahwa memasak menghancurkan enzim vital ini, yang pada gilirannya dapat membebani pankreas dan organ pencernaan lainnya dalam jangka panjang.

    Namun, dari perspektif ilmiah, sebagian besar enzim tanaman tidak dapat bertahan dari lingkungan asam lambung yang ekstrem dalam saluran pencernaan manusia.

    Enzim pencernaan manusia, seperti amilase, lipase, dan protease, diproduksi secara endogen dan secara efektif mencerna makanan, terlepas dari kandungan enzim pada makanan yang dikonsumsi.

    Oleh karena itu, manfaat tambahan dari enzim beras mentah terhadap pencernaan manusia masih sangat diperdebatkan dan belum didukung oleh bukti klinis yang kuat, bahkan cenderung diabaikan oleh mayoritas komunitas ilmiah.

  2. Preservasi Nutrisi Sensitif Panas

    Konsumsi beras mentah diklaim dapat mempertahankan vitamin dan mineral yang rentan terhadap degradasi panas selama proses memasak.

    Vitamin B kompleks, vitamin E, dan beberapa mineral esensial seperti magnesium dan seng, secara teoretis dapat dipertahankan dalam jumlah yang lebih tinggi dalam bentuk mentah dibandingkan setelah dimasak.

    Proses memasak memang dapat menyebabkan hilangnya sebagian nutrisi melalui pelarutan dalam air atau degradasi akibat suhu tinggi, terutama untuk vitamin yang larut air.

    Oleh karena itu, dari sudut pandang ini, beras mentah dianggap sebagai sumber nutrisi yang lebih "utuh" karena tidak mengalami intervensi termal.

    Meskipun demikian, keberadaan antinutrien seperti asam fitat dalam beras mentah dapat menghambat penyerapan mineral ini secara signifikan.

    Selain itu, pati dalam beras mentah sangat sulit dicerna oleh enzim amilase manusia, yang berarti sebagian besar nutrisi yang dikandungnya mungkin tidak dapat diakses atau diserap dengan efisien.

    Proses memasak, di sisi lain, tidak hanya membuat pati lebih mudah dicerna tetapi juga dapat mengurangi kadar antinutrien, sehingga meningkatkan bioavailabilitas beberapa nutrisi.

  3. Potensi Sumber Pati Resisten

    Beras mentah mengandung pati dalam bentuk yang sangat kristalin dan padat, yang membuatnya resisten terhadap pencernaan oleh enzim amilase di usus kecil.

    Pati resisten ini dapat berfungsi sebagai serat makanan, yang tidak dicerna di usus kecil tetapi difermentasi oleh bakteri baik di usus besar.

    Fermentasi pati resisten menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) seperti butirat, asetat, dan propionat, yang penting untuk kesehatan usus besar, termasuk menjaga integritas mukosa usus dan berpotensi mengurangi risiko penyakit tertentu.

    Sumber pati resisten yang cukup dalam diet telah dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas insulin dan manajemen berat badan yang lebih baik.

    Meskipun beras mentah memang kaya akan pati resisten, konsumsi langsung dalam jumlah besar dapat menyebabkan masalah pencernaan yang parah seperti kembung, gas, dan diare karena sulitnya dipecah.

    Selain itu, ada cara yang lebih aman untuk mendapatkan pati resisten, misalnya dengan mendinginkan nasi yang sudah dimasak (retrogradasi pati) atau mengonsumsi sumber alami lainnya seperti pisang hijau atau kentang yang didinginkan, tanpa risiko kesehatan yang melekat pada konsumsi beras mentah.

  4. Indeks Glikemik yang Berpotensi Lebih Rendah

    Karena pati dalam beras mentah sangat sulit dicerna, kecepatan glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah setelah konsumsinya cenderung lebih lambat dibandingkan dengan beras yang dimasak.

    Hal ini dapat menghasilkan indeks glikemik (IG) yang lebih rendah, yang berpotensi bermanfaat bagi individu yang perlu mengelola kadar gula darah, seperti penderita diabetes.

    Makanan dengan indeks glikemik rendah membantu mencegah lonjakan gula darah yang tajam setelah makan, yang dapat berkontribusi pada stabilitas energi dan mengurangi risiko komplikasi terkait gula darah.

    Konsep ini sering diusung dalam diet yang menekankan pada konsumsi karbohidrat kompleks yang dicerna perlahan.

    Namun, perlu diingat bahwa sulitnya pencernaan pati dalam beras mentah tidak hanya memperlambat penyerapan glukosa tetapi juga dapat menyebabkan penyerapan nutrisi yang sangat buruk dan gangguan pencernaan yang signifikan.

    Meskipun potensi IG rendah mungkin ada, risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi beras mentah, termasuk potensi kontaminasi bakteri dan keberadaan antinutrien, jauh melebihi manfaat teoretis ini.

    Metode lain, seperti memilih varietas beras dengan IG rendah atau mendinginkan nasi matang, adalah pendekatan yang lebih aman untuk mengelola respons glikemik.

  5. Tidak Adanya Pembentukan Produk Akhir Glikasi Lanjut (AGEs)

    Proses memasak, terutama pada suhu tinggi dan dengan metode tertentu seperti menggoreng atau memanggang, dapat memicu pembentukan Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End products/AGEs).

    Senyawa ini terbentuk ketika protein atau lemak bereaksi dengan gula melalui proses glikasi dan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan penuaan dini.

    Dengan mengonsumsi beras dalam bentuk mentah, seseorang secara inheren menghindari paparan terhadap suhu tinggi yang diperlukan untuk pembentukan AGEs.

    Ini adalah argumen umum yang digunakan untuk mendukung konsumsi makanan mentah secara keseluruhan, dengan asumsi bahwa mengurangi asupan AGEs dari makanan dapat memberikan manfaat kesehatan jangka panjang.

    Meskipun benar bahwa konsumsi makanan mentah dapat meminimalkan pembentukan AGEs diet, jumlah AGEs yang terbentuk dari memasak nasi secara tradisional (merebus atau mengukus) umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan metode memasak lain seperti menggoreng daging.

    Lebih penting lagi, tubuh juga memproduksi AGEs secara endogen, dan kontribusi AGEs dari nasi yang dimasak secara normal relatif kecil dibandingkan dengan risiko serius yang ditimbulkan oleh konsumsi beras mentah, seperti potensi patogen dan antinutrien yang tinggi.

  6. Potensi untuk Memberikan Rasa Kenyang Lebih Lama

    Struktur pati yang padat dan serat yang tinggi dalam beras mentah membuatnya lebih sulit untuk dicerna, yang secara teoretis dapat memperlambat laju pengosongan lambung.

    Proses pencernaan yang lebih lambat ini dapat berkontribusi pada perasaan kenyang yang lebih prolonged atau bertahan lebih lama setelah makan.

    Perasaan kenyang yang berkepanjangan dapat membantu dalam manajemen berat badan dengan mengurangi keinginan untuk ngemil dan total asupan kalori.

    Makanan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna seringkali diasosiasikan dengan efek termogenik yang lebih tinggi dan kontrol nafsu makan yang lebih baik.

    Namun, kenyataan pahitnya adalah bahwa kesulitan pencernaan beras mentah lebih sering menyebabkan ketidaknyamanan gastrointestinal yang signifikan, seperti sakit perut, kembung, dan muntah, daripada rasa kenyang yang nyaman dan bermanfaat.

    Tubuh manusia tidak dirancang untuk mencerna pati beras mentah secara efisien, sehingga upaya untuk mendapatkan rasa kenyang ini akan datang dengan biaya kesehatan yang substansial.

    Pendekatan yang lebih aman untuk mencapai rasa kenyang yang berkelanjutan melibatkan konsumsi serat larut dan tidak larut dari sumber makanan yang mudah dicerna seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian utuh yang telah dimasak dengan benar.

  7. Potensi Kandungan Mineral yang Lebih Tinggi

    Proses pemasakan dapat menyebabkan pelarutan sebagian mineral ke dalam air masak, terutama jika air tersebut dibuang setelah memasak.

    Dengan mengonsumsi beras mentah, diasumsikan bahwa semua mineral esensial yang terkandung dalam biji-bijian akan dipertahankan sepenuhnya, tanpa kerugian akibat proses termal atau pencucian.

    Mineral seperti magnesium, kalium, fosfor, dan seng adalah vital untuk berbagai fungsi tubuh, mulai dari kesehatan tulang hingga fungsi saraf dan kekebalan.

    Oleh karena itu, mempertahankan konsentrasi mineral yang optimal dalam makanan menjadi tujuan penting dalam diet sehat.

    Meskipun secara teoretis mineral tidak rusak oleh panas seperti vitamin, bioavailabilitasnya dalam beras mentah sangat rendah karena adanya antinutrien seperti asam fitat. Asam fitat mengikat mineral, membuatnya tidak tersedia untuk penyerapan oleh tubuh.

    Proses memasak, atau lebih efektif lagi, perendaman dan perkecambahan (sprouting), dapat mengurangi kadar asam fitat dan meningkatkan penyerapan mineral.

    Dengan demikian, meskipun beras mentah mungkin memiliki kandungan mineral yang "lebih tinggi" secara nominal, jumlah yang benar-benar dapat diserap oleh tubuh justru lebih rendah dibandingkan dengan beras yang dimasak dengan benar.

  8. Klaim Pengurangan Toksin dari Proses Pemasakan

    Beberapa pendukung konsumsi makanan mentah berpendapat bahwa proses pemasakan, terutama pada suhu tinggi, dapat menghasilkan senyawa beracun atau karsinogenik.

    Contohnya termasuk akrilamida yang terbentuk dalam makanan berkarbohidrat tinggi yang digoreng atau dipanggang, dan amina heterosiklik (HCAs) yang terbentuk pada daging yang dimasak pada suhu tinggi.

    Dengan mengonsumsi beras mentah, risiko paparan terhadap senyawa-senyawa tersebut dihindari sepenuhnya.

    Argumen ini berakar pada prinsip bahwa makanan dalam keadaan alaminya, tanpa modifikasi kimia akibat panas, lebih aman dan lebih sesuai untuk konsumsi manusia.

    Fokusnya adalah pada pencegahan pembentukan senyawa berbahaya yang bukan bagian intrinsik dari komposisi makanan asli.

    Namun, perlu ditekankan bahwa pembentukan senyawa toksik seperti akrilamida umumnya terkait dengan metode memasak kering pada suhu sangat tinggi (misalnya, menggoreng keripik, memanggang roti hingga gosong), bukan merebus atau mengukus nasi.

    Metode memasak nasi yang umum justru sangat aman dan tidak menghasilkan senyawa berbahaya tersebut dalam jumlah signifikan.

    Sebaliknya, beras mentah membawa risiko yang jauh lebih besar dari kontaminasi bakteri patogen seperti Bacillus cereus dan Salmonella, serta keberadaan antinutrien dalam kadar tinggi yang dapat menyebabkan defisiensi nutrisi dan gangguan pencernaan akut.

    Oleh karena itu, klaim manfaat ini tidak sebanding dengan risiko kesehatan yang nyata.